Minggu

Contentment is The Greatest Wealth

Tentu agak unik kedengarannya terutama di zaman yang serba penuh dengan hiruk pikuk pencarian kekayaan keluar. Menyebut cukup sebagai kekayaan manusia terbesar, tentu bisa dikira dan dituduh miring.

Ada yang mengira itu menganjurkan kemalasan, ada yang menuduh anti kemajuan dan tentu saja tidak dilarang berpikir seperti ini. Cuman, bagi setiap pejalan kehidupan yang sudah mencoba serta berjalan di jalur – jalur cukup, segera akan mengerti memang merasa cukuplah kekayaan manusia yang terbesar. Bukan merasa cukup kemudian berhenti berusaha dan bekerja. Sekali lagi bukan. Terutama hidup serta alam memang berputar melalui hukum – hukum kerja. Sekaligus memberikan pilihan – pilihan yang mengagumkan, bekerja dan lakukan tugas masing – masing sebaik – baiknya, namun terimalah hasilnya dengan rasa cukup.

Dan ada yang berbeda jauh di dalam sini, ketika tugas dan kerja keras sudah dipeluk dengan perasaan cukup. Tugasnya berjalan, kerja kerasnya berputar. Namun rasa syukurnya mengagumkan. Sekaligus membukakan pintu bagi perjalanan kehidupan yang penuh dengan kemesraan. Tidak saja dengan diri sendiri, keluarga, tetangga serta teman. Dengan semua perwujudan Tuhan manusia mudah terhubung ketika rasa syukurnya mengagumkan. Tidak saja dalam keramaian manusia menemukan banyak kawan, di hutan yang paling sepi sekalipun menemukan banyak teman.

Dalam terang cahaya pemahaman seperti ini, rupanya merasa cukup jauh dari lebih sekedar memaksa diri agar lebih damai. Awalnya, apapun memang diikuti keterpaksaan.Namun merasa cukup nyaman ke sarang laba – laba kehidupan, dimana semuanya ( manusia, binatang, tetumbuhan, batu, air , awan, langit, matahari, dll ) serba terhubung sekaligus menyediakan rasa aman nyaman di sebuah titik pusat.

Orang tua mengajarkan hidup berputar seperti roda. Dan setiap pencaharian kekayaan ke luar yang tidak mengenal rasa cukup, mudah sekali membuat manusia terguncang menakutkan di pinggir roda. Namun di titik pusat, tidak ada putaran. Yang ada hanya rasa cukup yang bersahabatkan hening, jernih sekaligus kaya.
Bagi yang belum pernah mencoba, apalagi diselimuti ketakutan, keraguan dan iri hati, hidup di titik pusat berbekalkan rasa cukup memang tidak terbayangkan. Hanya keberanian untuk melatih dirilah yang bisa membukakan pintu dalam hal ini.

Hidup yang ideal memang kaya di luar sekaligus di dalam. Dan ini bisa ditemukan orang – orang yang mampu mengkombinasikan antara kerja keras di satu sisi, serta rasa cukup di sisi lain. Bila orang – orang seperti ini berjalan lebih jauh lagi di jalan yang sama , akan datang suatu waktu dimana bahagia dengan hidup yang bodoh di luar, namun pintar mengagumkan di dalamnya. Ini bisa terjadi, karena rasa cukup membawa manusia pelan – pelan mengurangi ketergantungan akan penilaian orang lain. Jangankan dinilai baik dan pintar , dinilai buruk sekaligus bodohpun tidak ada masalah....


( dari " kekayaan yang membebaskan " , Gede Prama )